Judul : Romo Rahadi
Pengarang : YB Mangunwijaya
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun terbit :1981
Jumlah Halaman: 369 halaman
Tokoh Utama : Romo Rahadi, Hildegard, Rosi, Kak Trees dan Mas Swan :Rika, Benno, Wimbo, Santi (Anak-anak Kak Trees dan Mas Swan)
Pengarang : YB Mangunwijaya
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun terbit :1981
Jumlah Halaman: 369 halaman
Tokoh Utama : Romo Rahadi, Hildegard, Rosi, Kak Trees dan Mas Swan :Rika, Benno, Wimbo, Santi (Anak-anak Kak Trees dan Mas Swan)
Hari ini beres baca Novel Romo Rahadi, dalam waktu empat hari beres baca novel setebal 369 halaman dan Thanks God, finally saya menemukan buku ini, Sejak Maret 2015 saya selesai membaca Novel Burung-Burung Manyar dengan penulis yang sama saya langsung jatuh cinta dengan tulisan-tulisan dari Romo Mangun. Hampir sebulan saya mengobrak-abrik internet untuk membeli buku itu secara online, namun saya tak menemukannya lagi karena sudah buku lama. Secara tak sengaja (sebenarnya kadang intuisi sudah menuntun :)) saya mendaftarkan diri menjadi anggota perpustakaan sekolah tempat saya bekerja, Dan wuihhhhhh finally I found it. Sudah lama saya tak merasa begitu excited membaca buku novel dan ingin segera meghabiskannya.
SINOPSIS
Novel ini berkisah tentang Romo Rahadi seorang iman Katolik yang pernah belajar di German dan diminta oleh Pastor Provinsial untuk merenungkan kembali jalan panggilannya selama 3 bulan ke daerah Papua. Mengapa daerah yang dipilih Papua karena dia mempunyai ikatan yang baik dengan Kak Trees kakak kandungnya yang kedua.
Di perjalanan menuju Papua dalam pesawat Dakota dia bertemu dengan Hildegard teman dekat saat dia menuntut ilmu di Jerman. Di masa lalu perempuan ini banyak curhat padanya tentang kehidupan pribadinya, cantik, menarik, berbadan seksi dan cukup agresif menunjukkan harapannya pada Romo Rahadi. Namun Romo tetap setia dengan rahmat panggilannya.
Sesampainya di Papua Romo Rahadi bertemu dengan Kak Trees kakak kandungnya dan keponakannya Rika, Benno, Wimbo, Santi. Keponakannya yang pertama Rika pernah mengetahui sekelumit kisah cinta pamannya di masa lalu dan mulai mengodanya saat pamannya sampai di rumah dan bertemu kembali dengan bekas kekasihnya dr. Rosi yang sekarang sudah menjanda suaminya meninggal seminggu setelah menikah dalam suatu kecelakaan. dr. Rosi tin ggal bersama di rumah Kak Trees kakaknya karena dia sedang dalam penyembuhan sakit hepatitis.
Rosi berambut panjang dikepang dua meskipun badannya menjadi kurus karena sakit namun kecantikannya tetap bersinar. Kecantikannya ini yang tetap terlihat menawan hati Romo Rahadi saat mereka sudah sekian lama tak bertemu dan akhirnya mereka dipertemukan diteras rumah belakang Kak Trees. Pertemuan ini melerai kenangan demi kenangan mereka berdua keindahan Pantai Enarotali jadi saksi pertemuan dua hati yang kembali saling mendamba namun keadaan Romo Rahadi yang sudah mengikat janji suci di depan altar kudus untuk hidup membujang selamanya menjadi dilema terbesarnya. Hati kecilnya memanggil akan cinta sejatinya, akan kebutuhan dasarnya, akan kerinduannya, akan panggilan hati untuk membahagiakan orang yang dicintainya.
Hildegard yang tergabung dalam misi kemanusiaan di Papua meninggal secara mengenaskan setelah ditangkap oleh warga setempat yang tengah pesta Orgi. dr. Rosi ikut memandikan mayat Hildegard dan ikut bersedih akan meninggalnya teman barunya yang dikenalkan oleh Romo Rahadi setelah mereka selesai Misa di hari Minggu di depan katedral. Di akhir surat wasiatnya sebelum meninggal Hildegard menyampaikan salamnya untuk ibunya, untuk semua orang-orang yang dekat di hatinya. Saat upacara penguburan Romo Rahadi yang bertugas untuk membacakan surat itu tidak membacakan nama dirinya sebagai orang yang terdekat di hati Hildegard.
Romo Mangun memberikan suatu "teori baru" dengan Psikologi keragu-raguan. Romo Rahadi terus dihadapkan pada pilihan sulit dalam hidupnya. Apakah akan terus setia akan pilihannya atau menikah dengan Rosi gadis yang dicintainya. Apalagi mereka banyak menghabiskan waktu bersama dan Rosi selalu tampak seperti perempuan yang sempurna di matanya.
Sebuah kalimat yang luar biasa dari novel ini adalah saat Romo Rahadi bimbang menentukan pilihan dan bertekad akan menanggalkan jubahnya menikah dengan Rosi adalah saat Didi (Romo Rahadi) akan menggambil Rosi sebagai istrinya. Karena menurutnya pertanggungjawaban kepada Tuhan bersifat pribadi, meskipun umat akan mencemooh keputusan mereka. Dan kebahagiaan mereka berdua akan mekar. Tapi Rosi mempunyai pendapat kalau kebahagiaan mereka akan mekar jika dilindungi dan disirami oleh kawan-kawan dan manusia lain (hal 348)
Kaum perempuan biasanya yang menarik-narik kaum berjubah untuk menanggalkan jubahnya tetapi dalam novel ini digambarkan kalau Rosi yang terus menyemangati Didi agar terus setia akan panggilannya.
Novel ini penuh dengan kata-kata indah dari awal sampai akhir, ada ketegangan disetiap babnya dan diakhiri dengan surat kepada uskup yang "menggambang" apakah Didi tetap menjadi pastor atau menikah dengan Rosi.
Novel ini sungguh luar biasa, sangat menginspirasi, penuh dengan falsafah hidup dan dapat dinikmati oleh siapa pun termasuk pemeluk agama mana pun. Seteolah membaca novel ini saya mendapat wawasan dan persepsi yang baru tentang hidup, cinta dan kesetiaan.
Sesampainya di Papua Romo Rahadi bertemu dengan Kak Trees kakak kandungnya dan keponakannya Rika, Benno, Wimbo, Santi. Keponakannya yang pertama Rika pernah mengetahui sekelumit kisah cinta pamannya di masa lalu dan mulai mengodanya saat pamannya sampai di rumah dan bertemu kembali dengan bekas kekasihnya dr. Rosi yang sekarang sudah menjanda suaminya meninggal seminggu setelah menikah dalam suatu kecelakaan. dr. Rosi tin ggal bersama di rumah Kak Trees kakaknya karena dia sedang dalam penyembuhan sakit hepatitis.
Rosi berambut panjang dikepang dua meskipun badannya menjadi kurus karena sakit namun kecantikannya tetap bersinar. Kecantikannya ini yang tetap terlihat menawan hati Romo Rahadi saat mereka sudah sekian lama tak bertemu dan akhirnya mereka dipertemukan diteras rumah belakang Kak Trees. Pertemuan ini melerai kenangan demi kenangan mereka berdua keindahan Pantai Enarotali jadi saksi pertemuan dua hati yang kembali saling mendamba namun keadaan Romo Rahadi yang sudah mengikat janji suci di depan altar kudus untuk hidup membujang selamanya menjadi dilema terbesarnya. Hati kecilnya memanggil akan cinta sejatinya, akan kebutuhan dasarnya, akan kerinduannya, akan panggilan hati untuk membahagiakan orang yang dicintainya.
Hildegard yang tergabung dalam misi kemanusiaan di Papua meninggal secara mengenaskan setelah ditangkap oleh warga setempat yang tengah pesta Orgi. dr. Rosi ikut memandikan mayat Hildegard dan ikut bersedih akan meninggalnya teman barunya yang dikenalkan oleh Romo Rahadi setelah mereka selesai Misa di hari Minggu di depan katedral. Di akhir surat wasiatnya sebelum meninggal Hildegard menyampaikan salamnya untuk ibunya, untuk semua orang-orang yang dekat di hatinya. Saat upacara penguburan Romo Rahadi yang bertugas untuk membacakan surat itu tidak membacakan nama dirinya sebagai orang yang terdekat di hati Hildegard.
Romo Mangun memberikan suatu "teori baru" dengan Psikologi keragu-raguan. Romo Rahadi terus dihadapkan pada pilihan sulit dalam hidupnya. Apakah akan terus setia akan pilihannya atau menikah dengan Rosi gadis yang dicintainya. Apalagi mereka banyak menghabiskan waktu bersama dan Rosi selalu tampak seperti perempuan yang sempurna di matanya.
Sebuah kalimat yang luar biasa dari novel ini adalah saat Romo Rahadi bimbang menentukan pilihan dan bertekad akan menanggalkan jubahnya menikah dengan Rosi adalah saat Didi (Romo Rahadi) akan menggambil Rosi sebagai istrinya. Karena menurutnya pertanggungjawaban kepada Tuhan bersifat pribadi, meskipun umat akan mencemooh keputusan mereka. Dan kebahagiaan mereka berdua akan mekar. Tapi Rosi mempunyai pendapat kalau kebahagiaan mereka akan mekar jika dilindungi dan disirami oleh kawan-kawan dan manusia lain (hal 348)
Kaum perempuan biasanya yang menarik-narik kaum berjubah untuk menanggalkan jubahnya tetapi dalam novel ini digambarkan kalau Rosi yang terus menyemangati Didi agar terus setia akan panggilannya.
Novel ini penuh dengan kata-kata indah dari awal sampai akhir, ada ketegangan disetiap babnya dan diakhiri dengan surat kepada uskup yang "menggambang" apakah Didi tetap menjadi pastor atau menikah dengan Rosi.
Novel ini sungguh luar biasa, sangat menginspirasi, penuh dengan falsafah hidup dan dapat dinikmati oleh siapa pun termasuk pemeluk agama mana pun. Seteolah membaca novel ini saya mendapat wawasan dan persepsi yang baru tentang hidup, cinta dan kesetiaan.
Komentar
Posting Komentar